Indonesia resmi memasuki era jaringan seluler 4G setelah
peluncuran beberapa operator telekomunikasi pada akhir 2014. Menggunakan
frekuensi 900 Mhz, layanan tersebut memang masih terbatas untuk
beberapa wilayah, seperti Medan, Jakarta, Bogor, dan Bali. Tiga operator
yang menyelenggarakan layanan 4G berjanji untuk memperluas cakupan pada
tahun ini dan tahun-tahun berikutnya.
Pemerintah juga tidak kalah cepat. Lisensi penggunaan frekuensi 1.800
Mhz sudah dipersiapkan dan rampung dalam waktu singkat. Langkah tersebut
akan dilanjutkan untuk membahas lisensi frekuensi 2.100 Mhz yang akan
menyusul. Menurut Rencana Pita Lebar Nasional, Indonesia bersiap
menginvestasikan Rp 270 triliun untuk pembangunan infrastruktur hingga
tahun 2019.
Namun, untuk menikmati layanan baru tersebut belumlah semudah saat
implementasi teknologi 3G yang merata. Selain keberadaan menara pemancar
4G yang masih terkonsentrasi di kawasan niaga dan gedung perkantoran,
ketersediaan perangkat telepon seluler yang mampu berjalan di layanan 4G
juga masih terbatas. Sebagian besar pengguna masih memiliki ponsel yang
hanya bisa bekerja di layanan 3G.
Produsen elektronik Huawei mengambil kesempatan tersebut dengan
meluncurkan dua perangkat modem untuk jaringan 4G, di samping beberapa
modem untuk jaringan 3G, yang didistribusikan oleh PT Datascript, Rabu
(18/2), di Jakarta. Dua produk tersebut adalah E5373 yang dijual dengan
harga Rp 1,7 juta dan E3372 yang dijual dengan harga Rp 1,1 juta.
Diawali dengan E5373 sebagai mobile Wi-Fi, modem ini mampu mengelola kecepatan unduh hingga 150 megabyte
per detik. Pengguna tinggal membawa perangkat bergerak ini ke mana pun
pergi. Jumlah perangkat yang bisa terkoneksi ke Wi-Fi dibatasi maksimal
10 gawai elektronik. Perangkat ini mampu bekerja hingga enam jam nonstop
dengan baterai berkapasitas 1.500 mAh.
Modem ini berbentuk pipih dan dengan mudah digenggam tangan atau masuk
ke dalam saku. Penggunaannya sederhana, yakni menekan tombol daya di
bagian atas dan layar penunjuk status di sisi samping langsung menyala.
Tidak perlu mengutak-atik pengaturan sesuai layanan operator karena hal
tersebut sudah dilakukan pengaturan awal oleh Huawei.
Model berikutnya adalah E3372 berupa modem yang dicolokkan ke lubang
USB komputer atau komputer jinjing. Meskipun tidak sebebas model
sebelumnya yang bisa dibawa ke mana pun, modem ini memiliki fitur Soft
Wi-Fi atau bisa membagi koneksi internet dengan lima perangkat lain.
Fitur ini akan sesuai bagi pemilik komputer jinjing yang kerap membawa
perangkatnya ke berbagai tempat dan bisa berbagi sambungan internet
dengan gawai lain miliknya.
Produk pertama
Dari sisi layanan 4G komersial di frekuensi 900 Mhz, Huawei boleh
disebut sebagai produk pertama yang hadir di pasar Indonesia. Akan
tetapi, modem 4G sebetulnya sudah lama beredar di Indonesia, yaitu
menggunakan layanan yang disediakan Bolt sejak 2013 melalui frekuensi
2.300 Mhz.
Dari sisi harga, modem yang dirilis Bolt memang lebih terjangkau, yakni
sekitar Rp 400.000, karena kebijakan subsidi yang dilakukan PT
Internux. Perangkat modem yang mereka pakai juga dikunci untuk tidak
dipakai oleh kartu SIM dari penyedia lain meski bukan berarti pengguna
lain tidak memiliki jalan untuk mengakali pembatasan tersebut.
Irit baterai
Marketing Manager PT Datascript Boby Ivan mengungkapkan, tren untuk
mengakses internet dari koneksi Wi-Fi memiliki keunggulan dibandingkan
dengan mengandalkan jaringan seluler dari ponsel. Setidaknya hal itu
berdasarkan studi yang dilakukan Huawei. Jika mengandalkan jaringan
seluler dari ponsel, konsumsi baterai akan lebih tinggi tiga kali lipat
dibandingkan dengan memanfaatkan Wi-Fi.
Survei internal yang dilakukan Huawei menunjukkan, isu ketahanan
baterai adalah alasan pertama yang dilontarkan para pengguna modem.
Alasan berikutnya adalah mudah mendapatkan akses internet berkat
frekuensi yang didukung cukup beragam, yakni 1.800 Mhz, 2.100 Mhz, 2.300
Mhz, 2.500 Mhz, dan 2.600 Mhz.
”Dengan pilihan yang terbuka lebar, pengguna dimudahkan jika bepergian
ke luar negeri yang sudah mengadopsi teknologi 4G meski dengan frekuensi
berbeda dari Indonesia. Tinggal membeli kartu prabayar dan kita bisa
tersambung ke internet dengan mudah tanpa harus mengganti kartu SIM di
ponsel,” ujar Boby.
Menyikapi kondisi di Indonesia dengan layanan 4G yang masih terbatas,
Boby mengatakan, perangkat ini menyasar para eksekutif muda yang biasa
menghabiskan waktu di kantor. Pada saat yang sama, produk ini bisa
menyasar kalangan lain sebagai investasi mengingat layanan 4G tinggal
menunggu waktu untuk menjadi lebih baik, merata, dan meluas ke kota-kota
lain.





Post a Comment